Jumat, 02 Agustus 2019
Rabu, 31 Juli 2019
Benarkah Ada Arwah Gentayangan?
DI lingkungan masyarakat sudah terkenal sekali dengan adanya
roh gentayangan. Mereka percaya bahwa orang yang sudah mati bisa hidup kembali
berupa roh. Mereka juga beranggapan bahwa orang yang matinya tidak wajar
seperti bunuh diri ataupun di bunuh orang lain maka arwahnya penasaran. Arwah
tersebut akan meminta sesuatu agar arwahnya bisa tenang. Namun, adakah arwah
gentayangan dalam Islam?
Tentang arwah gentayangan atau hantu ini merupakan opini
yang salah kaprah. Bukan persoalan ada tidak orang yang telah diganggu oleh
hantu tersebut, tetapi dalam hal mengalamatkan siapakah yang menakut-nakuti
itu.
Memang ada riwayat yang menyebutkan adanya ruh manusia yang
melihat bagaimana orang-orang yang masih hidup memperlakukan jasadnya.
Seperti yang diriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri, Nabi SAW
bersabda, “Jika jenazah telah siap, kemudian kaum lelaki memikulnya di atas
pundak-pundak mereka, maka jenazah itu orang shalih ia berkata: ‘Segerakanlah
aku!’, tetapi jika tidak (shalih), ia berkata kepada keluarganya: ‘Celaka, akan
kalian bawa kemana aku?’ Segala sesuatu akan mendengar suaranya selain manusia,
dan andaikan manusia mendengarnya niscaya akan jatuh tersungkur,” (HR.
Bukhari).
Hal ini juga dikuatkan pula oleh dua hal:
Pertama, keterangan yang shahih menyebutkan bahwa orang
kafir mendapat siksa kubur, sedangkan orang yang shalih mendapat nikmat di
kubur, bagaimana sempat mereka bergentayangan dengan berbagai motif misal balas
dendam, menolong temannya yang masih hidup atau mencari kesenangan lain di
dunia?
Kedua, andai saja orang yang telah mati diberi kesempatan
untuk beramal lagi, tentulah mereka memilih fokus untuk beribadah, bukan untuk
balas dendam atau yang lainnya. Lagi pula bagaimana dengan hisabnya di akhirat
jika dia membunuh setelah matinya? Bagaimana pula dengan catatan amalnya? Jelas
hal ini menyelisihi dalil-dalil qath’i yang menyebutkan bahwa manusia putus
amalnya ketika telah mati. Seperti hadits yang sudah sangat populer, “Jika
manusia mati, maka putuslah amalnya kecuali tiga perkara, yakni sedekah
jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakannya,” (HR.
Muslim).
Allah dalam Q.S Al Mukminum: 99-100 memberitakan bahwa
orang-orang yang telah dikuburkan mustahil bisa kembali ke dunia, kecuali
dibangkitkan setelah hari kiamat. Orang-orang kafir (roh jahat) terkurung dalam
penjara alam kubur. Dan pada ayat lain (Q.S Arrum :56), jadi tidak ada kekuasaan
manusia (yang telah berada dialam kubur) untuk bisa kembali ke dunia ini.
Rasullah SAW mengabarkan bahwa setelah roh keluar dari tubuh
manusia (mati), roh itu diantar oleh malaikat menuju penciptanya (Allah).
Setelah itu dikembalikan kealam kubur. Di alam kubur roh mendapat pemeriksaan
oleh malaikat Munkar dan Nakir. Melalui pemeriksaan itulah roh ditempatkan pada
tempat yang layak baginya, “Kemudian dibukakanlah untuknya pintu ke arah surga.
Lalu kepadanya dikatakan; Inilah tempat tinggalmu dan itu pulalah yang
diserakan oleh Allah untukmu yaitu segala sesuatu yang ada di dalamnya. Mayit
itu merasakan kenikmatan yang besar dan umat berbahagia. Kemudian
dikeluarkanlah kuburnya itu sampai 70 hasta dan diberi penerangan di dalamnya.
Tubuhnya dikembalikan sebagai mana permulaan dahulu. Rohnya diletakkan di dalam
kelompok roh yang suci yaitu dalam tubuh seekor burung yang bertengger di salah
satu pohon surga,” (H.R Ahmad).
Berdasarkan keterangan al-Qur’an dan hadis maka jelaslah
bahwa tidak ada roh gentayangan, yang ada adalah roh orang yang mukmin tidak
bisa terangkat keatas gara-gara utangnya yang belum terbayar. Rasulullah SAW
telah menegaskan bahwa tidak ada hantu, di dalam arti roh mati kedunia
mengganggu manusia (HR. Muslim). Apa yang selama ini diyakini oleh sebagian
besar umat Islam hanyalah tipu daya setan dari bangsa jin. Setanlah yang
menyamar sebagai orang yang telah mati seperti dilihat oleh orang-orang yang
tertipu.
Setanlah yang masuk ke dalam tubuh manusia dan mengaku-ngaku
sebagi roh orang tua, atau orang-orang saleh. Karena hanya setan (jin) yang
diberi kemampuan oleh Allah untuk masuk ke dalam tubuh manusia, sebagaimana
keterangan Rasulullah SAW bahwa, “Sesungguhnya setan (jin) beredar di dalam
diri manusia seperti aliran darah,” (HR. Bukhari Muslim). []
Posted by lightmoeslem.blogspot.com
Sumber Islampos
S
Sumber Islampos
S
Bolehkah Membatalkan Ibadah Sunnah tanpa Alasan?
Ibadah sunnah adalah ibadah yang tidak wajib dikerjakan.
Apabila menghendaki, seseorang bisa melaksanakannya, dan jika tidak
menghendaki, dia bisa saja tidak melaksanakannya. Dan ketika seseorang
melaksanakan atau menyelesaikan ibadah sunnah dengan ikhlas, maka dia berhak
mendapatkan pahala.
Yang menjadi masalah adalah, apabila seseorang sudah masuk
dalam rangkaian ibadah sunnah, apakah dia harus menyelesaikan, ataukah boleh
untuk dibatalkan tanpa alasan?
Misalnya, seseorang ingin melaksanakan shalat sunnah dua
raka’at. Setelah dia mendapatkan satu raka’at, apakah dia boleh membatalkan
ibadah shalat sunnah tersebut? Contoh lainnya, seseorang ingin melaksanakan
ibadah puasa sunnah dan niat di malam hari atau makan sahur. Dan sekarang dia
berada di pertengahan siang, jam 13.00. Apakah dia boleh membatalkan ibadah
puasa sunnah tersebut?
Dua pendapat ulama dalam masalah ini
Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Yaitu, apakah
amal ibadah sunnah itu berubah status menjadi wajib ketika seseorang sudah
masuk (sudah memulai) mengerjakannya?
Para ulama madzhab Hanafiyyah berpendapat bahwa meninggalkan
ibadah sunnah itu tidak mengapa, yaitu ketika sebelum mengerjakannya. Adapun
ketika seorang mukallaf itu sudah mulai mengerjakan ibadah sunnah, berubahlah
hukumnya menjadi sebuah keharusan untuk disempurnakan sampai selesai, seperti
ibadah wajib. Sehingga dia tidak boleh membatalkan ibadah sunnah tersebut di
tengah-tengah pelaksanannya. Apabila dia sengaja membatalkan, maka dia harus
meng-qadha’ (mengulang ibadah sunnah tersebut di waktu lainnya).
Ulama Hanafiyyah berdalil dengan firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ
وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَلَا تُبْطِلُوا أَعْمَالَكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah
Allah dan taatilah Rasul, dan janganlah kamu membatalkan amal-amal kalian.”
(QS. Muhammad [47]: 33)
Adapun jumhur (mayoritas) ulama berpendapat bahwa ibadah
sunnah itu tidaklah menjadi wajib ketika seseorang sudah masuk atau mulai
mengerjakannya, sehingga boleh untuk ditinggalkan (dibatalkan) kapan saja dia
kehendaki di tengah-tengah pelaksanaannya. Dikecualikan dalam masalah ini
adalah ibadah haji dan umrah sunnah, yang wajib disempurnakan sampai selesai.
Terdapat beberapa dalil yang menunjukkan pendapat jumhur
ulama tersebut.
Pertama, hadits dari Ummu Hani’ radhiyallahu ‘anha, bahwa
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam datang ke rumahnya dan meminta air
lalu meminumnya. Kemudian beliau menyodorkan kepadanya, lalu dia pun
meminumnya.
Ummu Hani’ radhiyallahu ‘anha berkata, “Wahai Rasulullah,
sesungguhnya saya sedang berpuasa.”
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda,
الصَّائِمُ
الْمُتَطَوِّعُ أَمِينُ نَفْسِهِ إِنْ
شَاءَ صَامَ وَإِنْ شَاءَ
أَفْطَرَ
“Orang yang berpuasa sunnah lebih
berhak atas dirinya. Jika dia mau, dia bisa menyempurnakan (menyelesaikan)
puasanya. Dan jika dia mau, dia boleh membatalkan puasanya.” (HR. Tirmidzi no.
732 dan Ahmad no. 26370, dinilai shahih oleh Al-Albani)
Hal ini juga menjadi perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata, “Pada suatu hari,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadaku, “Wahai ‘Aisyah,
apakah kamu mempunyai makanan?” ‘
‘Aisyah menjawab, “Tidak, wahai Rasulullah.”
Beliau bersabda,
فَإِنِّي
صَائِمٌ
“Kalau begitu, aku akan berpuasa.”
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun
keluar. Tidak lama kemudian, saya diberi hadiah berupa makanan -atau dengan
redaksi: seorang tamu mengunjungi kami-.
‘Aisyah berkata, “Ketika Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali, saya pun berkata, “Ya Rasulullah, tadi
ada orang datang memberi kita makanan dan aku simpan untukmu.”
Beliau bertanya, “Makanan apa itu?”
Saya menjawab, “Roti khais (yakni roti yang terbuat dari
kurma, minyak samin, dan keju).”
Beliau bersabda, “Bawalah kemari.”
Maka roti itu pun aku sajikan untuk beliau. Lalu beliau
makan, kemudian berkata,
قَدْ كُنْتُ أَصْبَحْتُ صَائِمًا
“Sungguh dari pagi tadi aku puasa.”
(HR. Muslim no. 1154)
Demikian juga, hal ini juga sesuai dengan prinsip qiyas.
Yaitu, mengqiyaskan berada di tengah ibadah sunnah dengan sebelum
pelaksanaannya. Maksudnya, sebagaimana seorang mukallaf boleh memilih untuk
mulai melaksanakan ibadah sunnah ataukah tidak, demikian pula ketika mukallaf
tersebut berada di tengah-tengah pelaksanaan ibadah sunnah, dia pun boleh
memilih: apakah dia selesaikan atau dia batalkan ibadah sunnah tersebut.
Pendapat yang lebih kuat
Pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini adalah dengan
memberikan rincian. Yaitu, tidak boleh membatalkan ibadah sunnah, kecuali jika
ada ‘udzur. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ
وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَلَا تُبْطِلُوا أَعْمَالَكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman,
taatilah Allah dan taatilah Rasul, dan janganlah kamu membatalkan amal-amalmu.”
(QS. Muhammad [47]: 33)
Sehingga tidak boleh bagi seseorang, ketika dia sudah mulai
masuk dalam mengerjakan ketaatan, kemudian dia membatalkannya, meskipun ibadah
tersebut adalah ibadah sunnah. Dikecualikan dalam masalah ini adalah ibadah
puasa sunnah, karena dua hadits yang telah disebutkan di atas. Wallahu a’lam
Posted by lightmoeslem.blogspot.com
Sumber Muslim.or.id
Selasa, 30 Juli 2019
Hati-Hati Imam Mahdi Gadungan, Inilah Ciri-Ciri Imam Mahdi
Sosok Imam Mahdi adalah sosok yang istimewa. Beribu tahun
yang lalu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sudah mengabarkan tentang
kemunculannya, ciri-ciri dan apa yang akan beliau lakukan ketika memimpin
penduduk bumi ini. Sosok figur yang ditunggu kedatangannya di akhir zaman
nanti, oleh segenap manusia.
Tak ayal, banyak orang mengaku sebagai imam Mahdi. Padahal
jauh panggang dari apinya. Mungkin hanya bermodal mimpi, kemudian di pagi hari
dia mengumumkan kepada khalayak, “Sayalah Imam Mahdi yang ditunggu-tunggu..”
Subhanallah.. Namun, kebodohan membuat seseorang buta. Buta logika dan nurani.
Mana ada Imam Mahdi muncul di tanah nusantara?!
Maka dengan ilmu, seorang menjadi terbimbing.
Ilmu, membuatnya tak mudah terkecoh oleh hasutan-hasutan tak
berdasar.
Lantas seperti apakah ciri Imam Mahdi yang asli?
Banyak hadits sahih yang menerangkan kemunculannya di akhir
zaman nanti. Syaikh Abdul Muhsin Al-‘Abbad hafizhahullah (Salah seorang ulama
pakar hadits di Madinah saat ini) pernah meneliti hadits-hadits tentang Imam
Mahdi, kemudian beliau menemukan kesimpulan bahwa ada 26 sahabat yang
meriwayatkan hadits tentang Imam Mahdi. Ada 36 kitab hadits yang menukilkan
hadits tentang Imam Mahdi, di antaranya Sunan An-Nasa’i, Sunan Abu Dawud, Sunan
Tirmidzi dan Sunan Ibnu Majah. Demikian
pula tertulis dalam Musnad Imam Ahmad, Shahih Ibnu Hibban dan Mustadrak
Al-Hakim.
(Lihat: Al-Qiyamah As-Sughra, hal 216).
Sampai-sampai sebagian ulama menyimpulkan bahwa
hadits-hadits tentang Imam Mahdi telah sampai derajat mutawatir ma’nawi.
(Lihat: Al-Qiyamah As-Sughra, hal 215).
Diantara hadits tersebut adalah:
Hadis Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ’anhu bahwa Nabi
shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,
يخرج في آخر أمتي
المهدي ، يسقيه الله
الغيث ، وتخرج الأرض
نباتها ، ويعطي المال
صحاحا، وتكثر الماشية ،وتعظم
الأمة ، يعيش سبعا
، أو ثمانيا
، يعني حججا
“Pada akhir umatku akan keluar
Al-Mahdi. Allah menurunkan hujan kepadanya, bumi menumbuhkan tanamannya, harta
dibagi-bagikan, banyaknya binatang ternak dan umat ini menjadi mulia. Dia akan
hidup selama tujuh atau delapan tahun; yaitu tujuh atau delapan musim haji.”
(HR. Al-Hakim, disepakati oleh Adz-Dzahabi)
Hadits Ummu Salamah radhiyallahu ’anha, beliau pernah
mendengar Nabi shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,
المهدي
من عترتي من ولد
فاطمة
“Mahdi muncul dari anak keturunanku,
melalui jalur keturunan Fathimah.” (HR. Abu Dawud)
لا تنقضي الدنيا حتى
يملك العرب رجل من
أهل بيتي يواطئ اسمه
اسمي
“Dunia ini tak akan berakhir sampai
jazirah Arab dikuasai oleh seorang dari ahli baitku. Namanya menyamai namaku.”
(HR. Tirmidzi dan Abu Dawud)
Dalam riwayat Abu Dawud dinyatakan,
يواطئ اسمه اسمي واسم
أبيه اسم أبي
“Namanya sama dengan namaku,
demikian pula nama ayahnya sama dengan ayahku.”
Inilah Imam Mahdi
Dari hadits-hadits yang ada, di antaranya yang telah
disebutkan di atas, maka dapat disimpulkan:
Pertama, kemunculan Imam Mahdi adalah tanda dekatnya kiamat
besar.
Kedua, Imam Mahdi akan menjadi khalifah di muka bumi selama
7 atau 8 musim haji. Pada masa kepemimpinan beliau, keadilan dan kesejahteraan
akan tersebar di seluruh penjuru bumi.
Ketiga, Imam Mahdi berasal dari garis keturunan Rasulullah.
Tepatnya pada keturunan putri beliau Fatimah. Namanya sama dengan nama
Rasulullah, nama ayahnya juga sama dengan nama ayah Rasulullah.
Keempat, ciri fisik beliau, beliau memiliki hidung yang
mancung, dahi yang lebar.
Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam mengabarkan,
المهدي
مني أجلى الجبهة أقنى
الأنف يملأ الأرض قسطاً
وعدلاً كما مُلئت جوراً
وظلماً يملك سبع سنين
“Al-Mahdi berasal dari keturunanku,
dahinya lebar, hidungnya mancung. Dia akan memenuhi bumi ini dengan keadilan,
setelah sebelumnya penuh dengan kekejaman dan kezaliman. Dia akan menguasai
dunia ini selama tujuh tahun.” (HR. Abu Dawud dan yang lainnya)
Kelima, beliau akan mengimami shalat yang dimakmumi oleh
Nabi Isa ‘alaihissalam.
Dari Abu Said Al-Khudri radhiyallahu ’anhu, beliau berkata,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
منا الذي يصلي عيسى
ابن مريم خلفه
“Dari keturunanku nanti akan ada
yang menjadi Imam shalat untuk Isa bin Maryam (yakni Imam Mahdi).” (HR. Abu
Nu’aim, dinilai shahih oleh Syaikh Albani)
Demikian.
Wallahua’lam bis shawab.
posted by lightmoeslem.blogspot.com
Sumber Mslim.or.id
Ternyata Inilah Para Pengikut Dajjal
Dajjal, digambarkan dalam hadis-hadis Nabi sebagai seorang
pendusta yang sebelah matanya buta, tertulis di keningnya huruf kaf fa’ dan ra’
((ك ف ر. Kemunculannya pertanda kiamat sudah sangat
dekat. Dia menjadi fitnah terbesar dalam sejarah kehidupan manusia.
Sampai-sampai, setiap Nabi yang diutus, mengingatkan umatnya tentang fitnah
Dajjal.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا بُعِثَ نَبِيٌّ إِلَّا
أَنْذَرَ أُمَّتَهُ الأَعْوَرَ الكَذَّابَ، أَلاَ إِنَّهُ أَعْوَرُ،
وَإِنَّ رَبَّكُمْ لَيْسَ بِأَعْوَرَ، وَإِنَّ
بَيْنَ عَيْنَيْهِ مَكْتُوبٌ كَافِرٌ
“Tidaklah diutus seorang nabi,
melainkan dia mengingatkan kaumnya tentang si buta sebelah, sang pendusta.
Ketahuilah Dajjal itu buta sebelah dan Tuhan kalian tidak buta sebelah.
Diantara dua matanya tertulis: Kafir” (HR. Bukhari 7131).
Suatu yang menarik, ternyata Dajjal adalah sosok raja yang
ditunggu-tunggu oleh sekelompok aliran agama. Siapakan mereka? Yahudi!
Iya, orang-orang Yahudi meyakini Dajjal sebagai raja yang
akan menguasai lautan dan daratan. Mereka juga meyakininya sebagai salah satu
tanda daripada tanda-tanda kebesaran Allah.
Orang-orang Yahudi menamainya dengan nama Al-Masih bin
Dawud.
Perbedaan yang sangat mencolok antara mukmin dan yahudi.
Orang-orang beriman, menunggu kedatangan Imam Mahdi dan turunnya Nabi Isa
‘alaihissalam. Sementara mereka menunggu sang pendusta yang buta sebelah,
penebar fitnah, yang bernama Dajjal.
Bukti wahyu yang menunjukkan informasi ini, adalah hadis
dari sahabat ‘Utsman bin Abil ’ash radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi
shallallahualaihi wa sallam bersabda,
أكثر أتباع الدجال
اليهود و النساء
“Kebanyakan pengikut Dajjal, adalah
orang yahudi dan kaum wanita” (HR. Ahmad, dalam musnad beliau 4/216-217).
Dalam hadis yang lain, dari sahabat Anas bin Malik
radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam mengabarkan,
يتبع الدجال من يهود
أصبهان سبعون ألفا عليهم
الطيالسة
“Dajjal akan diikuti oleh 70,000
Yahudi dari Asfahan, mereka memakai thayalisah” (HR. Muslim 2944).
Thayalisah adalah selendang yang dipakai di pundak,
menyerupai baju/jubah, tidak memiliki jahitan.
(Lihat keterangan ini di catatan kaki hal. 253, dari kitab
Al-Qiyamah As-Sughra)
Dan menariknya, salah satu wilayah di kota Asfahan, dahulu
ada yang disebut-sebut desa Al-Yahudiyah. Karena dahulu wilayah tersebut hanya
dihuni oleh orang-orang Yahudi. Hal ini terus berlanjut sampai di zaman Ayub
bin Ziyad, gubernur Mesir di zaman Khalifah Al-Mahdi bin Mansur dari dinasti
Abbasiyah (Lihat: Lamaawi’ Al-Anwar Al-Bahiyyah, 2/107).
Kelak, Dajjal akan terbunuh di tangan Nabi Isa ‘alaihissalam
di daerah Palestina. Demikian pula beliau akan memimpin peperangan memberangus
para pengikutnya.
Semoga Allah melindungi kita dari fitnah Dajjal.
Posted by lightmoeslem.blogspot.com
Sumber Muslim.or.id
Sumber Muslim.or.id